Powered By Blogger

Jumat, 18 Februari 2011

APLIKASI MATEMATIKA DALAM BIDANG PSIKOLOGI DAN HUBUNGANNYA DEGAN PSIKOLOGI

Hubungan antara matematika dengan bidang psikologi sangatlah erat dan saling berkaitan, bahkan semua ilmu termasuk psikologi sangat berhubungan dengan matematika.

Misalnya dalam pengukuran. Pengukuran adalah bagian esensial kegiatan keilmuan. Psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang relative lebih muda harus banyak berbuat dalam hal pengukuran ini agar eksistensinya, baik dilihat dari segi teori maupun aplikasi makin mantap.

Ilmu pengukuran (measurement) merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliable. Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variable sepanjang suatu kontinum

Kegiatan pengukuran psikologis sering disebut juga tes. Tes adalah kegiatan mengamati atau mengumpulkan sampel tingkah laku yang dimiliki individu secara sistematis dan terstandar
Salah satu macam tes, yaitu psikometri, bagaimana kita tahu bahwa kita memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dari teman kita atau saudara kita, kalau tidak diukur? Dan bagaimana kita tahu kalau alat ukur yang dipakai itu sudah valid dan dapat diandalkan sehingga kita percaya bahwa kita lebih cerdas atau lebih bodoh dari teman kita?
Disinilah peran psikometri. Psikometri berupaya membuat alat ukur yang bisa dipercaya berlandaskan prinsip-prinsip psikometri (validitas, reliabilitas, tidak bias, dan standarisasi). Karena cakupan pengukuran psikometri sangat luas meliputi semua aspek psikologis kita, maka seringkali orang lebih sering menyebut psikotest untuk semua pengukuran yang berbasis psikologi. Padahal ada banyak sekali pengukuran di dalam psikologi, sehingga lebih tepat jika dikatakan tes psikometri.

Tes – tes lain yaitu Binet dan tes intelegensi

Binet menyusun alat tes. Tes yang disusun oleh Binet dan Simon tahun 1905 disebut menghasilkan skala Binet-Simon. Skala ini terkenal dengan nama skala 1905. Skala ini pada awalnya untuk mengukur dan mengidentifikasi anak-anak yang terbelakang agar mereka mendapatkan pendidikan yang memadai. Skala ini terdiri dari 30 soal disusun dari yang paling mudah ke yang paling sukar.

Pada skala versi kedua tahun 1908, jumlah soal ditambah. Soal-soal itu dikelomokkan menurut jenajng umur berdasar atas kinerja 300 orang anak normal berumur 3 sampai 13 tahun. Skor seorang anak pada seluruh perangkat tes dapat dinyatakan sebagai jenjang mental (mental level) sesuai dengan umur normal yang setara dengan kinerja anak yang bersangkutan. Dalam berbagai adaptasi dan terjemahan istilah jenjang mental diganti dengan umur mental (mental age), dan istilah inilah yang kemudian menjadi popular.

Revisi skala ketiga skala Binet-Simon diterbitkan tahun 1911, beberapa bulan setelah Binet meninggal mendadak. Pada tahun 1912, dalam Kongres Psikologi Internasional di Genewa, William Stern, seorang ahli psikologi Jerman, mengusulkan konsep koefisien Intelegensi yaitu IQ = MA/CA. Konsep ini yang dipakai dalam skala Binet yang direvisi di Universitas Stanford, yang terkenal dengan nama Skala Stanford-Binet yang diterbitkan tahun 1916, kemudian revisinya tahun 1937 dan revisi selanjutnya tahun 1960. Skala Stanford-Binet inilah yang selanjutnya diadaptasikan kedalam berbagai bahasa dan digunakan secara luas dimana-mana. Kecuali itu skala Stanford-Binet juga menjadi model Pengembangan berbagai tes intelegensi lain.

Sumber :
http://testpsikologi.wordpress.com/
Suryabrata, Sumadi.2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Andi
Azwar, Syaifuddin. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/pengukuran.html